Pembelajaran di Kec Werinama Oleh: Bpk Soemarno
“ PENDIDIKAN KARAKTER DAN REVOLUSI MENTAL”
MENUJU PEMBANGUNAN
BANGSA (NATION BUILDING)
Pendidikan Karakter
Pembangunan karakter merupakan
upaya perwujudan amanat Pancasilan dan UUD 1945, dengen di latarbelakangin oleh
realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi
dan belum dihayatinya nilai-nilai pancasila, keterbatasan perangkat
pembelajaran terpadu dalam mewujudkan nilai nilai pancasila, bergesernya nilai
etika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, mundurnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman
disintegritas bangsa, dan melemahnya kemandirian bangsa.
Untuk mendukung perwujudan pembangunan cita-cita
karakter sebagai mana diamanatkan dalam pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta
mengatasi permasalahan bangsa saat ini maka pemerintah menjadikan pembangunan
karakter sebagai satu prioritas pembangunan nasional.
Semangat
itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan
sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan
masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila.”
Terkait
dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang
diamanatkan
dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan
tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Sumber: Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
--UUSPN).
Atas
dasar apa yang telah diungkapkan di atas, pendidikan karakter bukan hanya
sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu,
pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation)
sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai
yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang
baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan
yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik
(moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap
hidup peserta didik.
Revolusi Mental
Dalam pembangunan
bangsa, saat ini kita cenderung menerapkan prinsip-prinsip paham liberalisme
yang tidak sesuai dan kontradiktif
dengan nilai, budaya, dan karakter bangsa Indonesia. Sudah saatnya Indonesia
melakukan tindakan korektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang
sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental menciptakan
paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih
manusiawi, sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan.
Penggunaan istilah
”revolusi” tidak berlebihan. Sebab, Indonesia memerlukan suatu terobosan budaya
politik untuk memberantas setuntas-tuntasnya segala praktik-praktik yang buruk
yang sudah terlalu lama dibiarkan tumbuh kembang sejak zaman Orde Baru sampai
sekarang. Revolusi mental beda dengan revolusi fisik karena ia tidak memerlukan
pertumpahan darah. Namun, usaha ini tetap memerlukan dukungan moril dan
spiritual serta komitmen dalam diri seorang pemimpin—dan selayaknya setiap
revolusi—diperlukan pengorbanan oleh masyarakat.
Dalam melaksanakan revolusi mental, kita dapat
menggunakan konsep Trisakti dengan tiga pilarnya, ”Indonesia yang berdaulat
secara politik”, ”Indonesia yang mandiri secara ekonomi”, dan ”Indonesia yang
berkepribadian secara sosial-budaya”.
Kedaulatan rakyat
sesuai dengan amanat sila keempat Pancasila haruslah ditegakkan di Bumi kita
ini. Negara dan pemerintahan yang terpilih melalui pemilihan yang demokratis
harus benar-benar bekerja bagi rakyat dan bukan bagi segelintir golongan kecil.
Kita
Sistem pendidikan harus diarahkan untuk membantu membangun
identitas bangsa Indonesia yang berbudaya dan beradab, yang menjunjung tinggi
nilai-nilai moral agama yang hidup di negara ini.
Revolusi mental menuntut perombakan sistem
pendidikan nasional secara fundamental, total, dan gradual. Pendidikan harus
dinomorsatukan sebagai episentrum perekayasaan kemanusiaan dalam gerak
sentrifugal pencapaian tujuan kenegaraan, seperti tertuang dalam pembukaan UUD
1945.
Dalam implementasinya, pembangunan karakter berbasis revolusi mental ini tidak boleh dilakukan dengan pendekatan vertikal: negara yang ambil inisiatif, negara yang menafsir, negara yang melakukan. Cara terbaik mesti dilakukan dengan pendekatan horizontal dalam bingkai semangat gotong royong yang melibatkan partisipasi berbagai kelompok sosial dari kalangan masyarakat sipil, masyarakat media, pekerja budaya, dunia pendidikan, dan dunia usaha.
Dalam implementasinya, pembangunan karakter berbasis revolusi mental ini tidak boleh dilakukan dengan pendekatan vertikal: negara yang ambil inisiatif, negara yang menafsir, negara yang melakukan. Cara terbaik mesti dilakukan dengan pendekatan horizontal dalam bingkai semangat gotong royong yang melibatkan partisipasi berbagai kelompok sosial dari kalangan masyarakat sipil, masyarakat media, pekerja budaya, dunia pendidikan, dan dunia usaha.
Dari mana kita mulai
Kalau bisa disepakati bahwa Indonesia perlu
melakukan revolusi mental, pertanyaan berikutnya adalah dari mana kita harus
memulainya. Jawabannya dari masing-masing kita sendiri, dimulai dengan
lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal serta lingkungan kerja dan
kemudian meluas menjadi lingkungan kota dan lingkungan negara.
Revolusi mental harus
menjadi sebuah gerakan nasional. Usaha kita bersama untuk mengubah nasib
Indonesia menjadi bangsa yang benar-benar merdeka, adil, dan makmur. Kita harus
berani mengendalikan masa depan bangsa kita sendiri dengan restu Allah SWT.
Sebab, sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu bangsa kecuali bangsa itu
mengubah apa yang ada pada diri mereka.
dalam kurikulum 2013. Ada 18 karakter yang
ingin dikembang di SD, SMP dan SMA. pendidikan karakter tak mudah diajarkan
dikelas-kelas sekolah sehingga agama sering menjadi pendekatan untuk
mengajarkan karakter. Beragam cara sekola-sekolah yang ada di seantero negeri
menerapkan pendidikan karakternya. Sebagian besar menerapkan pendidikan
karakter melalui pendidikan agama.
Selanjutnya seorang pengamat
pendidikan dan anak, Seto Mulyadi menyebutkan bahwa pada dasarnya semua anak
punya rasa ingin tahu, jujur, disiplin, dan karakter baik lainnya. Namun semua
karakter baik itu bisa terus tumbuh dalam diri anak tergantung dari contoh yang
diberikan orangtua, guru, dan masyarakat. Kak Seto menyebutkan “anak-anak kita
sekarang banyak yang kehilangan contoh dan keteladanan.”
Jokowi pun pernah mengatakan "Kita ini kan selalu
bicara mengenai fisik dan ekonomi. Padahal, kekurangan besar kita character
building. Lebih khusus lagi beliau mengaitkan ini dengan pembangunan
karakter. Persoalan besar bangsa kita adalah masalah integritas, peran karakter
sangat penting dalam menentukan integritas seseorang. ada
benang merah antara pendidikan karakter dengan revolusi mental yang diusung
oleh Jokowi. Saat menjelaskan revolusi mental Jokowi menghubungkannya dengan
pembangunan karakter. Menurut Jokowi seorang pemimpin harus mampu membangun pola pikir sekaligus karakter positif di
masyarakat. Dalam konteks ini Jokowi mengaitkan antara pola pikir
dan karakter positif. Dalam logika ini pola pikir yang baik akan membentuk
karakter yang baik. Atau secara timbal balik dapat pula kita katakan bahwa
karakter yang baik akan membuat orang berpikir secara baik.
Melihat pesan kurikulum 2013 yang menekankan
pendidikan karakter dan gagasan Jokowi tentang revolusi mental, tampaknya kedua
konsep itu bisa saling bersinergi atau bahkan melebur untuk membangun manusia
Indonesia yang unggul. Kalau dilihat dari terminologi katanya, pendidikan
karakter lebih kearah suatu proses bertahap yang dilakukan secara sitematik dan
terstruktur. Sedangkan revolusi mental lebih kearah suatu perubahan yang cepat
dan fundamental serta memberikan dampak signifikan dan segera dirasakan.
Dalam hal revolusi mental, secara operasional
revolusi mental dapat diartikan sebagai upaya untuk melakukan perubahan
mendasar dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara yang akan
membentuk pola pikir, sikap dan perilaku rakyat Indonesia agar berdaulat secara
politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara sosial budaya.
Jika melihat kedua pengertian diatas dapat
dikatakan pendidikan karakter berfokus pada individu sedangkan revolusi mental
menyasar lebih luas kepada masyarakat dan bangsa. Tentunya kedua konsep ini saling memperkuat, melengkapi, menyatu menjadi
sesuatu yang tidak saling terpisahkan. Tentunya diperlukan langkah-langkah yang
lebih konkrit untuk mengsinergikan kedua hal diatas. Pengambil kebijakan dan
pihak-pihak yang lebih otoritatif perlu merumuskan lebih lanjut
operasionalisasi kedua konsep diatas, pendidikan karakter dan revolusi mental
untuk mencapai manusia Indonesia yang unggul.
Ambon, 27 Januari 2014
Salam dari saya
Penulis:
S O E M A R N O
Widyaiswara
LPMP Maluku
Komentar
Posting Komentar